A. Pengertian Stile dan Stilistika
Istilah style sengaja tidak diterjemahkan menjadi ‘gaya bahasa’, melainkan hanya dimodifikasi menjadi stile. Begitu pula istilah stylistics tidak diterjemahkan menjadi ‘kajian tentang gaya bahasa’, akan tetapi stilistika. Hal ini disebabkan karena kedua istilah yang telah dimodifikasi itu telah diterima oleh masyarakat bahasa.
Stile adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa. Stile ditandai dengan formal kebahasaan seperti pilihan kata (diksi), struktur kalimat, bentuk bahasa figuratif, penggunaan kohesi (hubungan) dan lain-lain. Pengertian lain stile adalah sesuatu hal yang secara umum tidak mengandung sifat kontroversial. Dengan demikian sitle dapat bermacam-macam sifatnya tergantung konteks yang digunakan.
Pada hakikatnya, stile merupakan teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili sesuatu yang akan diungkapkan. Oleh karena itu stile dapat disebut juga sebagai parole yang merupakan penggunaan dan perwujudan sistem, seleksi terhadap sistem yang digunakan sesuai dengan konteks situasi. Parole merupakan bentuk performasi kebahasaan yang telah melewati proses seleksi dari seluruh bentuk kebahasaan. Di samping itu ada istilah yang dikenal dengan langue, yaitu sistem kaidah yang berlaku dalam suatu bahasa.
Stilistika memiliki pengertian studi atau kajian tentang stile atau kajian terhadapa wujud performansi kebahasaan khususnya dalam karya sastra. Namun sebenarnya kajian itu tidak tertuju pada sebuah karya sastra saja meskipun sitilistika lebih sering dikaitkan dengan bahasa sastra.
B. Unsur Leksikal
Unsur leksikal dalam penjabaran ini adalah sama pengertiannya dengan diksi, yaitu penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih oleh pengarang melewati beberapa pertimbangan untuk mendapatkan efek ketetapan (estetis). Ketetapan ini sendiri dipertimbangkan atas bentuk dan makna, dimana diksi mampu mendukung tujuan estetis dan mampu mengkomunikasikan makna, pesan, dan gagasan.
Masalah pemilihan kata itu sendiri dipertimbangkan beberapa hal. Pertimbangan fonologis dan pertimbangan mode, bentuk dan makna. Pilihan kata juga berhubungan dengan masalah sintagmantik dan paradigmatik. Sintagmantik berkaitan dengan hubungan antarkata secara linear untuk membentuk sebuah kalimat. Sedangkan paradigmatik berkaitan dengan pilihan kata diantara sejumlah kata yang berhubungan secara makna.
BAB II PEMBAHASAN
Bahasa merupakan sarana komunikasi yang sangat penting dan dengan bahasa kita dapat mengadakan kontak sosial di dalam masyarakat (Gorys Keraf, 1994:3). Demikian pula dengan bahasa Indonesia, juga mempunyai peranan penting di dalam menyampaikan gagasan maupun ide seorang penutur bahasa, misalnya di ruang perkuliahan.
Makna kata memang bisa dilihat dari berbagai aspek. Ada makna leksikal, yakni makna kata sebagai lambang benda atau peristiwa. Ada makna gramatikal, yakni makna atas dasar hubungan antarkata serta antara kata dan frasa atau klausa. Di samping itu masih ada makna kontekstual, makna konotatif, makna emotif, makna kognitif, makna intensif, makna ekstensif, makna denotatif, makna lokusif, makna luas, makna khusus, dan lain-lain.
Dalam makna leksikal, ada tiga komponen yang dapat dibedakan, yaitu; 1) Hubungan dengan denotasi; 2) Hubungan dengan kategori logik; 3) Hubungan dengan makna konseptual dan makna konotatif dalam rangka kerja sistem leksikal yang sepadan.
Masalah penting semantik sinkronik merujuk kepada hubungan makna pusat dan makna pinggiran. Beberapa banyak ahli bahasa berbicara tentang makna bebas dan makna bersandar. Struktur semantik setiap perkataan polisemantik merupakan hasil perkembangan yang panjang. Kajian perkembangan ini merupakan masalah utama semantik sejarah dan diakronik. Satu dari pada hukum umum yang terkenal dalam perkembangan semantik ialah perubahan dari pada konkrit kepada abstrak. Dalam tulisan ini beberapa contoh dari pada bahasa Bulgaria, Rusia, Iran, Greek, dan sebagainya.
Teori Ferdinand de Saussure penting secara asasi bagi perkembangaan semantik. Pertama karena adanya konsepsi beliau tentang tanda linguistik. Makna merupakan ramuan yang perlu bagi tanda linguistik, signifie lawan 'auditif atau akustik imej', yaitu Signifiant. Hari ini terdapat beberapa takrifan makna yang berlainan, tetapi Saussure tidak boleh diabaikan. Satu lagi sumbangan teori linguistik Saussure merujuk kepada pertimbangan bahasa dari sudut pandangan sinkronik dan diakronik. Kesahihan dikotomi ini diketahui untuk semua aras bahasa, termasuk aras semantik.
Masalah yang berikut, yang telah diselediki secara intensif oleh ahli bahasa ahli psikologi, ahli falsafah, dansebagainya, tergolong dalam aras sinkronik : (1). Sifat makna sebagai fenomena linguistik dan hubungannya dengan konsep sebagai kategori logikal; (2). Hubungan makna leksikal lawan makna struktural (atau tatabahasa); makna leksikal dan rujukan dalam masalah kata nama, kata kerja, kata sifat, adverba, (yang dinamakan Offene klasse "kelas terbuka") dan dalam masalah makna struktural yang dikaitkan dengan kelas tertutup kategori tatabahasa dan hubungan (kasus, modus, aspek, bandingan, dan sebagainya); (3). Hubungan semantik perkataan (yaitu; semantik leksikal Wortsemantik) dengan semantik kalimat; (4). Kategori semantik dalam rangka kerja morfosintaksis. (5). Masalah polisemi dan perkataan. Topik tulisan ini terbatas pada makna leksikal. Antara takrif berlainan idea ini, saya mengikut takrif yaug diberikan oleh ahli bahasa Soviet, Maslov (1987:90): "Rujukan terhadap satu kandugan tertentu, yaug spesifik bagi satu perkataan hanya sebagai perbedaan dengan semua perkataan lain, dinamakan makna leksikal".
Seperti yang kita ketahui, makna leksikal biasanya sarna dalam semua bentuk tatabahasa (dalam semua aloleks) perkataan termasuk bentuk analitis atau deskriptif, yaitu ia tergolong dalam leksem.
Struktur semantik perkataan, yang kita boleh katakan sebagai semen, mewakili kuantiti makna (alosem), makna asas dan makna sebilangan makna terbitan. Semen sepadan dengan leksem sebagai mikrokosme pada paksi paradigma. Dalam parole, semen direalisasikan bersama-sama alosem. Huraian semen tergolong dalam semantik sinkronik. Satu kaedah huraian adalah analisis komponen, yang didasarkan pada prinsip logik. Kaedah huraian semen belum lagi digunakan dalam kamus.
Struktur semantik setiap perkataan polisemantik merupakan hasil perkembangan yang panjang, melewati beberapa abad. Kajian perkembangan ini merupakan tugas utama semantik sejarah, atau kajian perubahan makna mengikut masa. Dalam peristilahan Saussure ini dinamakan semantik diakronik. Sebenarnya semantik diakronik berkaitan dengan perkembangan semen perkataan individu. Semantik sejarah berkaitan dengan perkembangan subsistem semantik. Adalah menakjubkan bahwa istilah semantik pertama kali digunakan untuk merujuk kepada perkembangan dan perubahan makna. Salah satu tugas etimologi adalah untuk menemukan sufat yang bertindak sebagai kelahiran sesuatu perkataan, yaitu apa yang dinamakan makna etimologi. Makna etimologi telah dibina semula berdasarkan perkataan teratur dalam teks lama bahasa-bahasa Indo-Eropah. Penyelidikan etimologi mesti dalam masalah ini menyingkirkan makna-makna yang mungkin sebagai perkembangan yang sudah lewat.
Kajian makna leksikal dari sudut pandangan singkronik dan diakronik merupakan suatu kajian yang sangat menarik untuk diteliti dalam rangka untuk sumbangan yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu linguistik dibidang semantik, karena makna leksikal adalah sebagai salah satu asas yang terpenting untuk kajian perubahan makna yang lagi hangat-hangatnya dibidang linguistik (semantik) untuk pengembangan ilmu makna.
BAB III
ANALISIS KATA ‘AQL SECARA LEKSIKAL DALAM AL-QUR’AN
Ini sebagian contoh analisis akal dalam Al Qur'an
Akal Sebagai Fikiran
Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. yang demikian itu adalah Karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (QS. Al Maidah: 58)
Akal sebagai kegiatan Berfikir
Dan Sesungguhnya kami tinggalkan daripadanya satu tanda yang nyata bagi orang-orang yang berakal. (QS. Al Ankabut: 35)
Akal sebagai Yang mempunyai fikiran
Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa. (QS. Al Baqarah: 179)
Akal sebagai Kesadaran/bijaksana
Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji[. Luth berkata: "Hai kaumku, inilah puteri-puteriku, mereka lebih Suci bagimu, Maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. tidak Adakah di antaramu seorang yang berakal?" (QS. Hud: 78)
Akal sebagai Pengetahuan
Orang-orang yang kurang akalnyadiantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus"(QS. Al Baqarah: 142)
Akal sebagai Ingatan
Tatkala kafilah itu Telah ke luar (dari negeri Mesir) Berkata ayah mereka: "Sesungguhnya Aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tidak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku)". (QS. Yusuf: 94)
Akal sebagai Baligh/dewasa
Dan setelah Musa cukup umur dan Sempurna akalnya, kami berikan ke- padanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. dan Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al Qashash: 14)
DAFTAR PUSTAKA
Nurgiantoro, Burhan. 2005. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Alwasilah, Chaedaer. (1985). Sosiologi Bahasa. Bandung: Angkasa.
Badudu, Yus. (1995). Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar III. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
_____. (1996). Inilah Bahasa Indonesia Yang Benar IV. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Chaer, Abdul. (1994). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
_____. Leonie Agustina, (1995). Sosiolingustik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Keraf, Gorys. (1994). Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Pustaka Utama
Rusiana, Yus. (1989). Perihal Kedwibahasaan ( Bilingualisme Jakarta: FPS IKIP
Bandung.
Sudaryanto. (1988). Metode Linguistik. Gadjah Mada: University Press.
Suwito. 1985. Sosiolinguistik. Surakarta: Fakultas Sastra UNS.
J. Penelit. Din. Sos., Vol. 1 No. 2 Agustus 2000: 37-42
Post a Comment (0)